MASTURBASI DAN ONANI DITINJAU DARI KESEHATAN , PSIKOLOGI DAN AGAMA ISLAM
Mengintip
sejenak masalah ini, yang banyak dialami oleh kalangan muda. Bukan
rahasia umum lagi bahwa onani (masturbasi) sering dilakukan oleh
generasi muda yang belum menikah. Bukan hanya pria diantara wanita pun
ada yang melakukannya. Lalu bagaimana syari’at kita memandang
permasalahan ini begitu juga dari sisi kesehatan dan psikologis? apakah
benar bahwa masturbasi merupakan penyelesaian yang bisa menekan gejolak
seksualitas seseorang? Untuk menemukan jawabannya marilah kita pelajari
masalah ini dengan seksama.
Dalam bahasa Indonesia Masturbasi memiliki beberapa istilah yaitu onani atau rancap, yang maksudnya perangsangan organ sendiri dengan cara menggesek-geseknya melalui tangan atau benda lain hingga mengeluarkan sperma dan mencapai orgasme.Sedangkan bahasa gaulnya adalah coli atau main sabun yaitu kegiatan yang dilakukan seseorang dalam memenuhi kebutuhan seksualnya, dengan menggunakan tambahan alat bantu sabun atau benda-benda lain, sehingga dengannya dia bisa mengeluarkan mani(ejakulasi).
Tujuan
utama dari masturbasi adalah untuk mencari kepuasan atau melepas
keinginan nafsu seksual dengan jalan tidak bersenggama.Dalam islam
masturbasi dikenal dengan beberapa nama yaitu, al-istimna’ al-istimna’ billkaff, nikah al-yad, �jildu �umairah, al-i’timar atau ‘adatus sirriyah. Masturbasi yang dilakukan oleh wanita, disebut al-ilthaf.
Masturbate
atau dalam Bhs. M'sia = Melancap atau Onani (Bhs. Arab = Istimna) ialah
suatu perbuatan mengeluarkan sperma dengan tangan sendiri dengan tujuan mencapai
kepuasan seks secara bersendirian, tanpa pasangan. Persolan ini dirasakan amat
patut dibincangkan hukumnya memandangkan ia adalah satu perkara yang sering
timbul dibenak fikiran apabila seseorang itu bermusafir jauh dari pasangan
hidupnya sehingga menyebabkan dia mencari sesuatu alternatif lain bagi mencari
kepuasan seks dirinya. Dalam perbincangan ini perkataan onani digunakan mewakili
masturbasi sebagai bahasa yang tepat mengikut Kamus Dewan.
Onani adalah suatu perbuatan yang
dipandang sebagi dosa besar di sisi Islam, demikian menurut majoriti para
fuqaha. Imam as-Shafie dan Imam Malik, apabila ditanya mengenai hukum onani,
mereka mengharamkan perbuatan sedemikian berdasarkan firman Allah Azza
waJalla dalam al-Qur'an: Dan mereka yang menjaga kehormatannya (dalam
hubungan seksual) kecuali kepada isteri atau hamba sahayanya, maka sesungguhnya
mereka tidaklah tercela. Maka barangsiapa yang mengingini selain yang demikian,
maka mereka adalah orang-orang yang melampaui batas.[Maksud surah
al-Mu'minun 23 - 5,6,7]
Ayat di atas menerangkan bahawa
seseorang yang menjaga kehormatan diri hanya akan memperlakukan hubungan seksual
bersama isteri-isterinya atau hamba-hambanya yang sudah dinikahi. Hubungan
seksual seperti ini adalah suatu perbuatan yang baik, tidak tercela di sisi
agama. Akan tetapi jikalau seseorang itu cuba mencari kepuasan seksual dengan
cara-cara selain bersama pasangannya yang sah, seperti zina, pelacuran, onani
atau persetubuhan dengan haiwan, maka itu dipandang sebagai sesuatu yang
melampaui batas, salah lagi berdosa besar di sisi Islam. Demikian ringkas
penerangan Imam as-Shafie dan Imam Malik apabila mereka ditanya mengenai hukum
onani.
Kenyataan di atas disokongi oleh
riwayat berikut: Di Hari Akhirat Tuhan tidak akan melihat golongan-golongan
ini lantas terus berfirman: Masuklah kalian ke dalam api neraka bersama-sama
mereka yang (berhak) memasukinya. Golongan-golongan tersebut ialah [1]
Orang-orang homoseksual, [2] orang yang bersetubuh dengan haiwan, [3]
orang yang mengahwini isteri dan juga anak perempuannya pada waktu yang sama
dan [4] orang yang kerap melakukan onani, kecuali jikalau mereka semua
bertaubat dan memperbetulkan diri sendiri (maka tidak lagi akan dihukum).
Lebih dari itu onani juga hanya
berupaya memberikan kepuasan sementara kepada pembuatnya dan ia tidak lain hanya
akan menambahkan lagi dorongan untuk melakukan hubungan seksual yang lebih
sempurna. Ini adalah kerana manusia telah dicipta oleh Allah Azza waJalla untuk
memuaskan kehendak seksual masing-masing dengan pasangan masing-masing dan
apabila manusia cuba mencari alternatif lain ia hanya akan menaikkan semangat,
tidak pula memuaskannya. Justeru itu onani tidak akan berjaya memuaskan nafsu
seksual tetapi hanya akan melahirkan nafsu yang lebih kuat dan mengarah kepada
perbuatan yang lebih buruk mudaratnya seperti zina, pelacuran dan sebagainya.
Shah Waliallah Dahlawi menerangkan:
Ketika air mani memancut dengan banyak, ia juga mempengaruhi fikiran manusia.
Oleh itu orang muda akan mula menaruh perhatian terhadap wanita cantik dan hati
mereka mula terpaut kepadanya. Faktor ini juga mempengaruhi alat jantinanya yang
sering meminta disetubuhi menyebabkan desakan lebih menekan jiwa dan keinginan
untuk melegakan syahwatnya menjadi kenyataan dengan berbagai-bagai aktiviti.
Dalam hal ini seorang bujang akan terdorong untuk melakukan zina. Dengan
perbuatan tersebut moralnya mulai rosak dan akhirnya dia akan tercebur kepada
perbuatan-perbuatan yang lebih merosak.
Keterangan di atas dapat diumpamakan
kepada seseorang yang selalu mengkhayal dirinya memandu kereta Ferari. Lalu di
satu hari dia memperoleh peluang untuk memandunya tetapi dihadkan kepada
kelajuan maksimum 80 kmsj. Sudah tentu ini hanya memberikan kepuasan sementara
lalu menjadi pemankin pula untuk berkehendak memandu kereta tersebut selaju 200
kmsj atau lebih.
Melakukan onani secara kerap juga
banyak membawa mudarat kepada kesihatan dan seseorang yang melazimkan diri
dengan onani akan menghadapi kesan-kesan kelemahan badan, anggota yang
terketar-ketar atau terkaku, penglihatan yang kabur, perasaan berdebar-debar dan
kesugulan fikiran yang tidak menentu.
Kajian perubatan juga membuktikan bahawa kekerapan melakukan onani akan memberi
kesan negatif kepada kebolehan seseorang itu menghasilkan sprema sihat dan cukup
bilangan dalam jangka masa panjang. Ini akan menghalang kebolehan seseorang itu
menghasilkan zuriat-zuriat bersama pasangan hidupnya malah lebih dari itu,
menghadapi ketergendalaan seksual dalam umur yang masih muda (mati pucuk).
Melazimkan diri dengan onani juga menjauhkan hakikat seseorang itu daripada
tujuan ciptaannya, iaitu sebagai sebaik-baik ciptaan Allah Subhanahu waTa'ala,
sebaik-baik makhluk bumi dan sebagai sebaik-baik umat, iaitu umat Islam. Ia
menjauhi nilai-nilai moral serta akhlak tinggi yang menjadi unsur utama kemulian
umat Islam berbanding dengan yang lain-lain.
Walaubagaimanapun sesetengah ahli fiqh
berpendapat bahawa onani dibolehkan jikalau seseorang itu menghadapi suasana
kegentingan syahwat dan dia berkeyakinan bahawa onani dapat meredakan
syahwatnya dan dapat pula menghalang dirinya daripada terjerumus ke dalam
sesuatu yang lebih besar mudaratnya seperti zina atau pelacuran. Kebolehan ini
bukanlah bertujuan menghalalkan perbuatan onani tetapi ia adalah didasarkan
kepada kaedah usul fiqh yang menyatakan: Dibolehkan melakukan bahaya yang
lebih ringan supaya dapat dihindari bahaya yang lebih berat. Di sini perlu
diwarnakan bahawa onani yang dibolehkan dari prinsip di atas hanyalah dalam
suasana yang amat menekan, berbeza pula dengan onani yang dilakukan setiap hari
atau setiap masa yang terlahir dari perbuatan melihat video-video,
majalah-majalah atau angan-angan lucah. Yang pertama dibolehkan atas dasar
pertimbangan maslahat agama manakala yang kedua diharamkan atas dasar
pertentangan dengan perintah dan nilai-nilai agama.
Tetapi sebelum seseorang itu dengan
mudah menceburkan dirinya dalam kebolehan melakukan onani dalam saat-saat
keperluan, dia seharusnya mencari alternatif-alternatif lain bagi mengelak
dirinya daripada langsung menghampiri perbuatan tersebut. Melazimkan diri dengan
berpuasa, atau dengan banyak berzikir mengingati Allah Ta'ala atau dengan
mensibukkan diri dengan perkara-perkara kebajikan adalah antara menu sajian yang
dicadangkan. Tidak ketinggalan juga ialah doa kepada Allah Subhanahu waTa'ala
agar dia terpelihara dari perlakuan atau lintasan hati yang mengarah kepada
sedemikian perbuatan, mengingatkan kepada kisah Nabi Yusuf alaihi-salam dalam
al-Qur'anul Karim di mana beliau walaupun selaku seorang Nabi Allah, tetap
memanjatkan doa kepada Allah Azza waJalla agar terpelihara dari godaan-godaan
serta fitnah wanita yang dihadapi di istana tempat kerjanya ketika itu. (Lihat
surah Yusuf 12, terutamanya pada ayat 32 dan 33). Sesiapa yang berusaha untuk
menjauhkan onani atas dasar taqwa dan iman kepada Allah Subhanahu waTa'ala,
nescaya Allah akan mencukupinya. Insya-Allah hidayahNya akan membimbing
seseorang itu menjauhi perbuatan onani dan pada waktu yang sama akan digantiNya
dengan anugerah kelazatan jiwa
Menurut
penelitian, para pemuda yang berumur antara 13 dan 20 tahun merupakan
usia yang paling banyak melakukan masturbasi. Biasanya yang melakukan
masturbasi adalah anak-anak muda yang belum kawin, atau menjanda,
orang-orang dalam pengasingan dan bermacam-macam lagi. Dan, jika
dibandingkan, anak laki-laki lebih banyak melakukan masturbasi daripada
anak perempuan. Diantara penyebabnya ialah:
a. nafsu seksual anak perempuan tidak datang melonjak dan eksplosif, berbeda dengan anak laki-laki.
b.
perhatian anak perempuan tidak tertuju kepada masalah sanggama karena
mimpi seksual dan mengeluarkan sperma(ihtilam) lebih banyak dialami oleh
anak-anak laki-laki. Mimpi erotis yang menyebabkan orgasme pada anak
perempuan terjadi jika perasaan itu telah dialaminya dalam keadaan
terjaga.
Masturbasi di Tinjau dari Segi Kesehatan
Para
ilmuwan barat dan juga psikolog modern mengatakan bahwa melakukan onani
tidak merusak kesehatan jika dilakukan tidak secara berlebih-lebihan.
Karena ia hanyalah mengeluarkan apa yang berlebihan pada tubuh jadi
kehilangan benih tidaklah merugikan tubuh karena kelenjar�kelenjar benih
segera mengisi kekosongan. Meskipun
demikian hal ini tidaklah menjadi dalil di bolehkannya melakukan onani
karena sebenarnya bahaya dan kerugiannya terletak pada segi yang
lain.(Lihat :Bimbingan Seks Suami Istri Pandangan Islam dan Medis, hal
192 ,dr. Nina Surtiretna).
Walau
tidak memberi dampak secara medis, masturbasi dapat memberi dampak pada
keintiman dan kelanggengan pernikahan. Dari penelitian yang
dilakukannya, Dr. Archibald mengatakan bahwa pria yang bermasturbasi
akan terus melakukannya sekalipun telah menikah. Mereka bermasturbasi
karena ketagihan.
Masturbasi di Tinjau dari Segi Psikologis
Sebagaimana
yang kita ketahui seseorang yang melakukan masturbasi satu-satunya
sumber rangsangan seksual adalah dengan berupa khayalan. Khayalan diri
sendiri itulah yang menciptakan rangsangan dan gambaran erotis dalam
pikiran tidak ada cara lain yang ikut serta. Berbeda dengan senggama
yang asli dimana kedua belah pihak yaitu suami dan istri berpartisipasi
membangkitkan gairah seksual mereka yang berakhir pada kepuasan dan
kebahagian.Seluruh anggota tubuh turut mengambil bagian bukan hanya
anggota kelamin saja (berbeda dengan masturbasi). Jadi masturbasi tidak
memberikan kepuasan yang sebenarnya, hanya kepuasan semu semata.
dalam persetubuhan (senggama) suami istri
terdapat puncak kenikmatan, puncak kasih sayang terhadap pasangannya,
pahala, shadakah, kesenangan jiwa, hilangnya pikiran-pikiran kotor,
hilangnya ketegangan, badan terasa ringan dan bertambah sehat .Pada
setiap bagian tubuh mendapat sentuhan kenikmatan. Mata memperoleh
kenikmatan dengan memandang pasangannya, telinga mendengar perkataannya,
hidung mencium aromanya, mulut mengecupnya dan tangan mengelusnya.
Setiap anggota badan mendapat bagian kenikmatan yang dituntutnya.*
(Raudhatul Muhibbin Taman Orang Jatuh Cinta dan Memendam Rindu, hal 179-180)
Lalu
bandingkanlah dengan masturbasi, tentu sangat jauh sekali.Hasilnya
masturbasi tidak bekerja sebagai suatu kebajikan karena secara
psikologis masturbasi ini malah menciptakan depresi emosional dan
psikologis (kejiwaan). Pelakunya akan selalu dihantui perasaan bersalah
dan berdosa. Sedangkan pada persetubuhan suami istri didapat ketenangan
dan pahala yang besar
Tetapi sebelum seseorang itu dengan
mudah menceburkan dirinya dalam kebolehan melakukan onani dalam saat-saat
keperluan, dia seharusnya mencari alternatif-alternatif lain bagi mengelak
dirinya daripada langsung menghampiri perbuatan tersebut. Melazimkan diri dengan
berpuasa, atau dengan banyak berzikir mengingati Allah Ta'ala atau dengan
mensibukkan diri dengan perkara-perkara kebajikan adalah antara menu sajian yang
dicadangkan. Tidak ketinggalan juga ialah doa kepada Allah Subhanahu waTa'ala
agar dia terpelihara dari perlakuan atau lintasan hati yang mengarah kepada
sedemikian perbuatan,
SUMBER :
ilbab.or.id/archives/136-masturbasi-onani-ditinjau-dari-sisi-agama-kesehatan-dan-psikologisi/
http://hafizfirdaus.com/ebook/musafir/bhg43.htm







0 komentar:
Posting Komentar