skip to main |
skip to sidebar
*Adab Terhadap Tetangga*.
بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم
Memilih Tetangga Sebelum Memilih Rumah (جارقبل دار)
dakwatuna.com - Tetangga pada zaman kita sekarang ini, memiliki
pengaruh yang tidak kecil terhadap tetangga di sebelahnya. Karena saling
berdekatannya rumah-rumah dan berkumpulnya mereka dalam flat-flat,
kondominium atau apartemen.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam mengabarkan, empat hal termasuk kebahagiaan, di antaranya
tetangga yang baik. Beliau juga menyebutkan empat hal termasuk
kesengsaraan, di antaranya tetangga yang jahat. Karena bahayanya
tetangga yang jahat ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
berlindung kepada Allah daripadanya dengan berdoa:
“Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari tetangga yang jahat di rumah tempat tinggal, karena tetangga nomaden akan pindah”.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan umat Islam untuk berlindung pula daripadanya dengan mengatakan:
“Berlindunglah kalian kepada Allah dari tetangga yang jahat di rumah
tempat tinggal, karena tetangga yang nomaden akan berpindah daripadamu”.
Dalam buku kecil ini, tentu tak memadai untuk menjelaskan secara rinci
tentang pengaruh tetangga jahat terhadap suami istri dan anak-anak,
berbagai gangguan menyakitkan daripadanya, serta kesusahan hidup
bersebelahan dengannya. Akan tetapi dengan mempraktekkan hadits-hadits
yang telah lalu (dalam masalah bertetangga) sudah cukup bagi orang yang
mau mengambil pelajaran.
Mungkin di antara jalan pemecahannya
yang kongkret, yaitu seperti yang dipraktekkan oleh sebagian orang
dengan menyewakan rumah yang bersebelahan dengan tetangga jahat tersebut
kepada orang-orang yang sekeluarga dengan mereka, meski untuk itu harus
merugi dari sisi materi, karena sesungguhnya tetangga yang baik tak
bisa dihargai dengan materi, berapa pun besarnya.
Memuliakan Tetangga
Berbuat baik kepada tetangga juga menjadi perhatian serius dalam ajaran Islam. Perhatikan firman Allah Taala:
وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى
وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ
وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ
“…Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat,
anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga
yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan
diri,.” (An-Nisa:36)
Nabi SAW dalam beberapa hadits mengingatkan kita agar selalu berbuat baik kepada tetangga, di antaranya adalah:
Ibnu Umar dan Aisyah ra berkata keduanya, “Jibril selalu menasihatiku
untuk berlaku dermawan terhadap para tetangga, hingga rasanya aku ingin
memasukkan tetangga-tetangga tersebut ke dalam kelompok ahli waris
seorang muslim”. (H.R. Bukhari-Muslim)
Abu Dzarr ra berkata
bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Hai Abu Dzarr jika engkau memasak sayur,
maka perbanyaklah kuahnya, dan perhatikan (bagilah) tetanggamu (H.R.
Muslim)
Abu Hurairah berkata bahwa Nabi SAW bersabda, “Demi
Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman.
Ditanya: Siapa ya Rasulullah? Jawab Nabi, “Ialah orang yang tidak aman
tetangganya dari gangguannya” (H.R. Bukhari-Muslim)
Abu
Hurairah berkata bahwa Nabi SAW bersabda, “Siapa yang beriman kepada
Allah dan hari Akhir hendaklah memuliakan tetangganya. (H.R.
Bukhari-Muslim)
Hak-hak ketetanggaan tidak ditujukan bagi
tetangga kalangan muslim saja. Tentu saja tetangga yang muslim mempunyai
hak tambahan lain lagi yaitu juga sebagai saudara (ukhuwah Islamiyah).
Tetapi dalam hubungan dengan hak-hak ketetanggaan semuanya sejajar:
Berbuat baik dan memuliakan tetangga adalah pilar terciptanya kehidupan
sosial yang harmonis. Apabila seluruh kaum muslimin menerapkan perintah
Allah Taala dan Nabi SAW ini, sudah barang tentu tidak akan pernah
terjadi kerusuhan, tawuran ataupun konflik di kampung-kampung dan di
desa-desa.
Beberapa kiat praktis memuliakan tetangga adalah:
1. Sering bertegur sapa, tanyailah keadaan kesehatan mereka.
2. Berikanlah kepada mereka sebagian makanan
3. Berikan oleh-oleh buat mereka, apabila kita bepergian jauh.
4. Bantulah mereka apabila sedang mengalami musibah ataupun menyelenggarakan hajatan.
5. Berikanlah anak-anak mereka sesuatu yang menyenangkan, berupa makanan ataupun mainan.
6. Sesekali undanglah mereka makan bersama di rumah.
7. Berikanlah hadiah kaset, buku bacaan yang mendorong mereka untuk lebih memahami Islam.
8. Ajaklah mereka sesekali ke dalam suatu acara pengajian atau majelis
ta’lim, atau pergilah bersama memenuhi suatu undangan walimah (apabila
mereka juga diundang)
Memuliakan Teman
Memuliakan
teman berarti menjaga dan menunaikan hak-hak mereka. Abdullah Nasih
‘Ulwan dalam Tarbiyatul ‘aulad fil Islam menyebutkan bahwa hak-hak
tersebut adalah:
1. Mengucapkan salam ketika bertemu.
Rasulullah saw. yaitu, “Kalian tidak akan masuk surga sebelum kalian
beriman, dan kalian tidak akan beriman sebelum kalian saling mencintai.
Maukah kalian aku tunjukkan kepada sesuatu yang apabila kalian kerjakan,
niscaya kalian akan saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara
kalian”. (H.R. Bukhari-Muslim)
2. Menjenguk Teman Ketika Sakit
Bukhari meriwayatkan dari Abu Musa Al-Asy’ari bahwa Rasulullah saw
bersabda, “Jenguklah orang yang sakit; beri makanlah orang yang lapar
dan lepaskanlah orang yang dipenjara”.
Imam Bukhari dan Imam
Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah saw.
bersabda, “Hak seseorang Muslim terhadap Muslim lainnya ada lima;
Menjawab salam, menjenguk orang sakit, mengiringi jenazah, memenuhi
undangan dan mendoakan orang yang bersin”.
3. Mendoakan Ketika Bersin
Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw.
bersabda, “Apabila salah seorang di antara kamu bersin, hendaklah ia
mengucapkan, Alhamdulillah (segala puji bagi Allah), dan saudaranya atau
temannya hendaknya mengucapkan untuknya, Yarhamukallah (semoga Allah
mengasihimu)’ Apabila teman atau saudaranya tersebut mengatakan,
Yarhamukallah (semoga Allah mengasihimu), kepadanya, maka hendaklah ia
mengucapkan, Yahdikumullah wa yushlihu balakum.
4. Menziarahi karena Allah
Ibnu Majah dan At-Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., bahwa
Rasulullah saw. bersabda, “Barang siapa menjenguk orang sakit atau
berziarah kepada seorang saudara di jalan Allah, maka ia akan diseru
oleh seorang penyeru “Hendaklah engkau berbuat baik, dan baiklah
perjalananmu, (karenanya) engkau akan menempati suatu tempat di surga”.
5. Menolong ketika kesempitan
Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Ibnu Umar ra, bahwa
Rasulullah saw. bersabda, “Seorang muslim itu adalah saudara bagi muslim
lainnya, ia tidak boleh berbuat zhalim kepadanya dan tidak boleh
menyia-nyiakannya (membiarkan, tidak menolongnya). Barang siapa menolong
kebutuhan saudaranya maka Allah akan menolong kebutuhannya, barang
siapa menyingkirkan suatu kesusahan dari seorang muslim, niscaya Allah
akan menyingkirkan darinya suatu kesusahan di antara kesusahan-kesusahan
hari kiamat. Dan barang siapa menutupi (aib) seorang muslim, niscaya
Allah akan menutupi (aib)nya pada hari kiamat”
6. Memenuhi undangannya apabila ia mengundang
Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra , bahwa
Rasulullah saw. bersabda; Hak seseorang Muslim terhadap Muslim lainnya
ada lima; Menjawab salam, menjenguk orang sakit, mengiringi jenazah,
memenuhi undangan dan mendoakan orang yang bersin”
7. Memberikan ucapan selamat
Ad-Dailami meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, “Barang siapa bertemu
saudaranya ketika bubar dari shalat Jum’at, maka hendaklah ia
mengucapkan “Semoga (Allah) menerima (amal dan doa) kami dan kamu.
8. Saling memberi hadiah
At-Thabrani meriwayatkan dalam Al-Ausath dari Nabi saw, bahwa beliau
bersabda, “Saling memberi hadiahlah kalian, niscaya kalian akan saling
mencintai”
Ad-Dailami meriwayatkan dari Anas secara marfu’,
“Hendaklah kalian saling memberi hadiah karena hal itu dapat mewariskan
kecintaan dan menghilangkan kedengkian-kedengkian”
Imam Malik
di dalam Al-Muwaththa’ meriwayatkan, “Saling bermaaf-maafkanlah, niscaya
kedengkian akan hilang. Dan saling memberi hadiahlah kalian niscaya
kalian akan saling mencintai dan hilanglah permusuhan.”
Wasiat Tentang Tetangga
عن عائشة رضي الله عنها عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ما زال جبريل
يوصيني بالجار حتى ظننت أنه سيورثه. رواه البخاري ومسلم وأبو داود وابن
ماجه الترمذي
Dari Aisyah ra, dari Nabi Muhammad saw bersabda,
“Tidak henti-hentinya Jibril memberikan wasiat kepadaku tentang tetangga
sehingga aku menduga bahwa ia akan memberikan warisan kepadanya.” (H.R.
Bukhari, Muslim, Abu Daud, Ibnu Majah dan At-Tirmidzi)
Penjelasan:
الوصاءة Wawu dibaca fathah, bersama dengan shad tanpa titik dan dibaca
panjang, lalu hamzah sesudahnya, adalah bentuk kata lain dari الوصية
wasiat, demikian juga dengan الوصاية mengganti ya’ pada posisi hamzah
يوصيني بالجار Berwasiat kepadaku tentang tetangga, tanpa dibedakan
kafir atau muslim, ahli ibadah atau ahli maksiat, setia atau memusuhi,
kenal baik atau masing asing, menguntungkan atau merugikan, keluarga
dekat atau orang lain, dekat rumah atau jauh.
حتى ظننت أنه
سيورثه Sehingga aku menyangka bahwa ia akan mewarisi, ia menyuruhku
-berdasarkan perintah Allah-, bahwa tetangga itu mewarisi tetangga
lainnya, dengan menjadikannya bersama-sama dalam harta, sesuai dengan
bagian yang ditentukan dalam pembagian waris.
Imam Bukhari meriwayatkan juga hadits ini dari Jabir ra, dari Rasulullah saw dengan kalimat:
ما زال جبريل يوصيني بالجار حتى ظننت أنه يجعل له ميراثاً
Tidak henti-hentinya Jibril memberikan wasiat kepadaku tentang tetangga
sehingga aku menyangka ia menjadikan warisan harta tertentu baginya.
At-Thabrani meriwayatkan dari Jabir ra dari Nabi Muhammad saw bersabda:
الجيران ثلاثة: جار له حق وهو المشرك: له حق الجوار، وجار له حقان وهو
المسلم: له حق الجوار وحق الإسلام، وجار له ثلاثة حقوق: جار مسلم له رحم له
حق الجوار والإسلام والرحم
Tetangga itu ada tiga macam:
Tetangga yang hanya memiliki satu hak, yaitu orang musyrik, ia hanya
memiliki hak tetangga. Tetangga yang memiliki dua hak, yaitu seorang
muslim: ia memiliki hak tetangga dan hak Islam. Dan tetangga yang
memiliki tiga hak, yaitu tetangga, muslim memiliki hubungan kerabat; ia
memiliki hak tetangga, hak Islam dan hak silaturahim.
Aisyah ra, meriwayatkan tentang batasan tetangga, yaitu empat puluh rumah dari semua arah.
At-Thabrani meriwayatkan dengan sanad dhaif/lemah dari Ka’ab bin Malik ra, dari Nabi Muhammad saw:
ألا إن أَربَعينَ دَار جار
“Ingatlah bahwa empat puluh rumah itu adalah tetangga”
Pelaksanaan wasiat kepada tetangga ini adalah dengan berbuat baik
semaksimal mungkin, sesuai kemampuan, seperti memberikan hadiah, memberi
salam, berwajah lepas/cerah ketika berjumpa, mencari tahu jika tidak
kelihatan, membantunya ketika memerlukan bantuan, mencegah berbagai
macam gangguan, material maupun inmaterial, menghendaki kebaikannya,
memberikan nasihat terbaik, mendoakannya semoga mendapatkan hidayah
Allah, bermuamalah dengan santun, menutupi kekurangan dan kesalahannya
dari orang lain, mencegahnya berbuat salah dengan santun –jika masih
memungkinkan- jika tidak maka dengan cara menjauhinya dengan tujuan
mendidik, disertai dengan mengkomunikasikan hal ini agar tidak melakukan
kesalahan.
Hadits ini dengan tegas menunjukkan tentang besarnya hak tetangga. Dan bahwa mengganggu tetangga termasuk di antara dosa besar.
Dosa Orang Yang Tetangganya Tidak Aman Dari Gangguannya
عَنْ أبي شُرَيْحٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه
وسلم قالَ: وَاللهِ لا يُؤْمِنُ وَاللهِ لا يُؤْمِنُ وَاللهِ لا يُؤْمِنُ.
قِيْلَ: مَنْ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قالَ: الَّذِي لا يَأمَنُ جَارُهُ
بَوَائِقُهُ. رواه البخاري
Dari Abu Syuraih ra, bahwa Nabi
Muhammad saw bersabda, “Demi Allah seseorang tidak beriman, Demi Allah
seseorang tidak beriman, Demi Allah seseorang tidak beriman.” Ada yang
bertanya, “Siapa itu Ya Rasulullah?” Jawab Nabi, “Yaitu orang yang
tetangganya tidak aman dari gangguannya.” (H.R. Bukhari)
Penjelasan:
بوائقه Bentuk jama’ dari kata بائقة –ba’ dan qaf- berarti: bencana,
pencurian, kejahatan, hal-hal yang membahayakan, hal-hal yang menjadi
pelampiasan kebenciannya.
عن أبي شريح Syin dibaca dhammah, ra’ dibaca fathah, diakhiri dengan ha’ tanpa titik. Khuwailid Al-Khuza’iy as-Shahabiy.
والله لا يؤمن Diulang tiga kali, artinya tidak sempurna imannya, atau
hilang iman sama sekali bagi yang menganggapnya halal, atau ia tidak
mendapatkan balasan seorang mukmin sehingga dapat masuk surga sejak
awal, atau pengulangan ini untuk menegaskan dan memberatkan larangan.
قِيْلَ: مَنْ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ Dalam Fathul Bari, Ahmad meriwayatkan
dari Ibnu Mas’ud, bahwa dialah yang bertanya. Rasulullah saw menjawab:
الَّذِي لا يَأمَن جَارُهُ بَوَائِقُهُ
Dari hadits di atas dapat diambil pelajaran tentang pentingnya hak
tetangga. Sehingga Rasulullah saw harus bersumpah tiga kali, menafikan
iman orang yang mengganggu tetangganya, baik dengan ucapan maupun
perbuatan.
Larangan Meremehkan Hadiah Dari Tetangga
عن أبي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قالَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ:
يَا نِسَاءَ المُسْلِمَاتِ لا تَحْقِرَنَّ جَارَةٌ لِجَارَتِهَا وَلَوْ فِرْسَنَ شَاةٍ. رواه البخاري ومسلم
Dari Abu Haurairah ra berkata: Nabi Muhammad saw pernah bersabda: Wahai
para wanita muslimah, janganlah ada seorang tetangga yag meremehkan
hadiah tetangganya meskipun kikil (kaki) kambing. (H.R. Bukhari-Muslim)
Penjelasan:
حقر أي استصغار Meremehkan, seperti kata: احتقار والاستحقار
يا نساء المسلمات Wahai wanita-wanita muslimah, bentuk إضافة الموصوف إلى
صفته /idhafah (penyandaran) maushuf (yang diterangkan) kepada sifat.
Atau bermakna lain: يا فاضلات المسلمات Wahai para pemuka muslimah,
seperti ungkapan Arab يا رجال القوم: أي يا أفضلهم wahai para pemimpin
kaum, artinya para pemuka mereka.
لا تحقرن Qaf dibaca kasrah, artinya jangan meremehkan, menganggap kecil.
” جارة ” هديةً ” لجارتها ” tetangga memberikan hadiah pada tetangga
lainnya. Atau meremehkan hadiah dari tetangganya –Lam- bermakna –min-
sehingga kemungkinan makna larangan itu pada pemberi atau penerima,
” ولو ” كانت الهدية meskipun hadiah itu berupa kaki kambing ” فرسن شاة ”
fa’ dibaca kasrah, ra’ dibaca sukun/mati, adalah bagian kaki di atas
telapak/tumit. Larangan bagi tetangga meremehkan hadiah tetangganya,
meskipun hadiah itu pada umumnya kurang berguna, atau tidak berkenan dan
tidak bernilai di hati. Dari itulah tetangga dapat memberikan dan
menerima hadiah yang ada meskipun kecil nilainya. Hal ini lebih baik
daripada tidak ada sama sekali. Dengan ini pula kebiasaan memberikan
hadiah dapat terus berlangsung antara tetangga, karena dengan sesuatu
yang murah dan mudah, dapat dilakukan dalam keadaan miskin maupun kaya,
dapat membuahkan rasa cinta dan kasih sayang. Dengan ini pula tidak
diperbolehkan bagi laki-laki meremehkan hadiah antara mereka. Penyebutan
larangan secara khusus pada wanita karena merekalah yang lebih cepat
bereaksi dalam cinta dan benci, sehingga mereka lebih berhak mendapatkan
perhatian, agar dapat menghindarkan diri dari larangan itu,
menghilangkan kebenciaan antara mereka dan mempertahankan rasa cinta
antar mereka.
Dari hadits ini dapat diambil pelajaran bahwa
tidak diperbolehkan meremehkan hadiah untuk mempertahankan rasa cinta
antara mereka.
Barang Siapa Beriman Kepada Allah Dan Hari Akhir Maka Jangan Menyakiti Tetangga
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: من كان
يؤمن بالله واليوم الآخر فلا يؤذ جاره ومن كان يؤمن بالله واليوم الآخر
فليكرم ضيفه ومن كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليقل خيراً أو ليصمت. رواه
البخاري ومسلم وابن ماجه
Dari Abu Hurairah r.a. ia berkata bahwa
Rasulullah saw bersabda, “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan
hari akhir maka jangan menyakiti tetangganya. Dan barang siapa yang
beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah menghormati tamunya.
Dan barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah berkata
baik atau diam.” (H.R. Bukhari, Muslim dan Ibnu Majah)
Penjelasan:
ومن كان يؤمن بالله واليوم الآخر” أي إيمانا كاملاً Barang siapa beriman
kepada Allah dan hari akhir. Artinya: iman yang sempurna.
Penyebutan hanya pada iman kepada Allah dan hari akhir, tidak dengan
kewajiban lainnya, karena keduanya merupakan permualaan dan penghabisan.
Maksudnya: Beriman dengan Penciptanya dan hari mendapatkan balasan amal
baik dan buruknya.
فلا يؤذ جاره Maka jangan menyakiti tetangganya.
Tidak menyakiti tetangga itu bisa diaktualkan dengan mengulurkan kebaikan kepadanya, mencegah hal-hal yang membahayakannya.
فليكرم ضيفه Hendaklah memuliakan tamunya, dengan menampakkan rasa senang, menyuguhkan hidangan yang tersedia dan terjangkau.
فليقل خيراً أو ليصمت Hendaklah berkata baik atau diam dari ucapan
buruk. Sebab perkataan itu hanya dapat digolongkan menjadi dua golongan,
baik atau buruk.
Hadits ini berisi tiga hal penting yang
menjadi kemuliaan akhlak dalam perbuatan atau perkataan. Dua pertama
yang perbuatan itu adalah yang pertama berisi takhalliy (pengosongan
diri) dari sifat tercela, dan yang kedua tahalliy (berhias diri) dengan
akhlak mulia. Sedangkan yang ketiga berisi akhlaq qauliyah (ucapan).
Kesimpulannya bahwa kesempurnaan iman seseorang diukur dari kebaikannya
kepada sesama makhluk Allah, baik dalam tutur kata kebaikan maupun diam
dari kalimat buruk, dan melakukan apa yang sepatutnya dilakukan dan
meninggalkan apa yang membahayakan; antara lain adalah dengan tidak
menyakiti tetangga.
Dari hadits ini dapat diambil pelajaran
bahwa tidak menyakiti tetangga adalah bukti kesempurnaan iman seseorang
kepada Allah dan hari akhir.
Hak Tetangga Yang Lebih Dekat Pintunya
عن عائشة رضي الله عنها قالت: يا رسول الله إن لي جارين فإلى أيهما أُهدي؟ قال: إلى أقربهما منك باباً. رواه البخاري
Dari Aisyah r.a. ia berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku
memiliki dua tetangga, kepada tetangga yang manakah aku berikan hadiah?”
Jawab Nabi, “Kepada tetangga yang pintu rumahnya lebih dekat denganmu.”
(H.R. Bukhari)
Penjelasan:
باب حق الجوار في قرب
الأبواب Bab: hak tetangga yang lebih dekat pintunya, artinya barangsiapa
yang pintunya lebih dekat maka ia yang lebih berhak. Karena ia yang
melihat apa yang keluar masuk dari rumah tetangganya; berupa hadiah dan
lain sebagainya, sehingga kemungkinan ada harapan dan keinginan, berbeda
dengan yang jauh pintunya.
أهدى Hamzah dibaca dhammah dari kata al-ihda’
Rasulullah saw menjawab: إلى أقربهما منك باباً Kepada yang lebih dekat
pintunya. Karena ia melihat keadaan tetangga dan keperluannya. Tetangga
yang lebih dekat yang lebih cepat menyahut jika dipanggil, ketika
tetangga sebelah memerlukan, terutama ketika terlena.
Dari
hadits ini dapat diambil pelajaran bahwa hak tetangga mengikuti
kedekatan pintunya, yang lebih dekat pintunya yang lebih diprioritaskan
dari sebelahnya, demikian seterusnya
0 komentar:
Posting Komentar