skip to main |
skip to sidebar
*Pengaruh Makanan Haram*.
Pertama: Makanan haram mempengaruhi do’a
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا
وَإِنَّ اللَّهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ
فَقَالَ ( يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا
صَالِحًا إِنِّى بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ) وَقَالَ (يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ) ». ثُمَّ
ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ
إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ
حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِىَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ
لِذَلِكَ ».
“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah itu
thoyyib (baik). Allah tidak akan menerima sesuatu melainkan dari yang
thoyyib (baik). Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada
orang-orang mukmin seperti yang diperintahkan-Nya kepada para Rasul.
Firman-Nya: 'Wahai para Rasul! Makanlah makanan yang baik-baik (halal)
dan kerjakanlah amal shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan.' Dan Allah juga berfirman: 'Wahai orang-orang yang
beriman! Makanlah rezeki yang baik-baik yang telah kami rezekikan
kepadamu.'" Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menceritakan
tentang seorang laki-laki yang telah menempuh perjalanan jauh, sehingga
rambutnya kusut, masai dan berdebu. Orang itu mengangkat tangannya ke
langit seraya berdo'a: "Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku." Padahal,
makanannya dari barang yang haram, minumannya dari yang haram,
pakaiannya dari yang haram dan diberi makan dari yang haram, maka
bagaimanakah Allah akan memperkenankan do'anya?" (HR. Muslim no. 1015)
Begitu pula Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan pada Sa’ad,
أطب مطعمك تكن مستجاب الدعوة
“Perbaikilah makananmu, maka do’amu akan mustajab.” (HR. Thobroni dalam
Ash Shoghir. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini dho’if jiddan
sebagaimana dalam As Silsilah Adh Dho’ifah 1812)
Ada yang bertanya kepada Sa’ad bin Abi Waqqosh,
تُستجابُ دعوتُك من بين أصحاب رسول الله - صلى الله عليه وسلم - ؟ فقال :
ما رفعتُ إلى فمي لقمةً إلا وأنا عالمٌ من أين مجيئُها ، ومن أين خرجت .
“Apa yang membuat do’amu mudah dikabulkan dibanding para sahabat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lainnya?” “Saya tidaklah
memasukkan satu suapan ke dalam mulutku melainkan saya mengetahui dari
manakah datangnya dan dari mana akan keluar,” jawab Sa’ad.
Dari Wahb bin Munabbih, ia berkata,
من سرَّه أنْ يستجيب الله دعوته ، فليُطِب طُعمته
“Siapa yang bahagia do’anya dikabulkan oleh Allah, maka perbaikilah makanannya.”
Dari Sahl bin ‘Abdillah, ia berkata,
من أكل الحلال أربعين يوماً أُجيبَت دعوتُه
“Barangsiapa memakan makanan halal selama 40 hari, maka do’anya akan mudah dikabulkan.”
Yusuf bin Asbath berkata,
بلغنا أنَّ دعاءَ العبد يحبس عن السماوات بسوءِ المطعم .
“Telah sampai pada kami bahwa do’a seorang hamba tertahan di langit karena sebab makanan jelek (haram) yang ia konsumsi.”
Gemar melakukan ketaatan secara umum, sebenarnya adalah jalan mudah
terkabulnya do’a. Sehingga tidak terbatas pada mengonsumsi makanan yang
halal, namun segala ketaatan akan memudahkan terkabulnya do’a.
Sebaliknya kemaksiatan menjadi sebab penghalang terkabulnya do’a.
Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah berkata, “Melakukan ketaatan
memudahkan terkabulnya do’a. Oleh karenanya pada kisah tiga orang yang
masuk dan tertutup dalam suatu goa, batu besar yang menutupi mereka
menjadi terbuka karena sebab amalan yang mereka sebut. Di mana mereka
melakukan amalan tersebut ikhlas karena Allah Ta’ala. Mereka berdo’a
pada Allah dengan menyebut amalan sholeh tersebut sehingga doa mereka
pun terkabul.”
Wahb bin Munabbih berkata,
العملُ الصالحُ يبلغ الدعاء ، ثم تلا قوله تعالى : { إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُه }
“Amalan sholeh akan memudahkan tersampainya (terkabulnya) do’a. Lalu
beliau membaca firman Allah Ta’ala, “Kepada-Nya-lah naik
perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya.” (QS.
Fathir: 10)
Dari ‘Umar, ia berkata,
بالورع عما حرَّم الله يقبلُ الله الدعاء والتسبيحَ
“Dengan sikap waro’ (hati-hati) terhadap larangan Allah, Dia akan mudah
mengabulkan do’a dan memperkanankan tasbih (dzikir subhanallah).”
Sebagian salaf berkata,
لا تستبطئ الإجابة ، وقد سددتَ طرقها بالمعاص
“Janganlah engkau memperlambat terkabulnya do’a dengan engkau menempuh
jalan maksiat.” (Dinukil dari Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab Al
Hambali, 1: 275-276)
Kedua: Rizki dan makanan halal mewariskan amalan sholeh
Rizki dan makanan yang halal adalah bekal dan sekaligus pengobar
semangat untuk beramal shaleh. Buktinya adalah firman Allah Ta’ala,
يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ
"Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang thoyyib (yang baik), dan
kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan.” (QS. Al Mu’minun: 51). Sa’id bin Jubair dan Adh Dhohak
mengatakan bahwa yang dimaksud makanan yang thoyyib adalah makanan yang
halal (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 10: 126).
Ibnu
Katsir rahimahullah berkata, “Allah Ta'ala pada ayat ini memerintahkan
para rasul 'alaihimush sholaatu was salaam untuk memakan makanan yang
halal dan beramal sholeh. Penyandingan dua perintah ini adalah isyarat
bahwa makanan halal adalah pembangkit amal shaleh. Oleh karena itu, para
Nabi benar-benar memperhatikan bagaimana memperoleh yang halal. Para
Nabi mencontohkan pada kita kebaikan dengan perkataan, amalan, teladan
dan nasehat. Semoga Allah memberi pada mereka balasan karena telah
member contoh yang baik pada para hamba." (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim,
10: 126).
Bila selama ini kita merasa malas dan berat untuk
beramal? Alangkah baiknya bila kita mengoreksi kembali makanan dan
minuman yang masuk ke perut kita. Jangan-jangan ada yang perlu ditinjau
ulang. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الْخَيْرَ لاَ يَأْتِى إِلاَّ بِخَيْرٍ أَوَ خَيْرٌ هُوَ
"Sesungguhnya yang baik tidaklah mendatangkan kecuali kebaikan. Namun
benarkah harta benda itu kebaikan yang sejati?" (HR. Bukhari no. 2842
dan Muslim no. 1052)
Ketiga: Makanan halal bisa sebagai pencegah dan penawar berbagai penyakit
Allah Ta'ala berfirman,
وَآَتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا
"Berikanlah mas kawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai
pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada
kamu sebagian dari mas kawin itu dengan senang hati, maka makanlah
(ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang hanii’ (baik) lagi
marii-a (baik akibatnya)." (QS. An Nisa': 4).
Al Qurthubi
menukilkan dari sebagian ulama' tafsir bahwa maksud firman Allah Ta'ala
“هَنِيئًا مَرِيئًا” adalah, "Hanii’ ialah yang baik lagi enak dimakan
dan tidak memiliki efek negatif. Sedangkan marii-a ialah yang tidak
menimbulkan efek samping pasca dimakan, mudah dicerna dan tidak
menimbulkan peyakit atau gangguan." (Tafsir Al Qurthubi, 5:27). Tentu
saja makanan yang haram menimbulkan efek samping ketika dikonsumsi. Oleh
karenanya, jika kita sering mengidap berbagai macam penyakit,
koreksilah makanan kita. Sesungguhnya yang baik tidaklah mendatangkan
kecuali kebaikan.
Keempat: Di akhirat, neraka lebih pantas menyantap jasad yang tumbuh dari yang haram
Dari Abu Bakr Ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
مَنْ نَبَتَ لَحْمُهُ مِنَ السُّحْتِ فَالنَّارُ أَوْلَى بِهِ
“Siapa yang dagingnya tumbuh dari pekerjaan yang tidak halal, maka
neraka pantas untuknya.” (HR. Ibnu Hibban 11: 315, Al Hakim dalam
mustadroknya 4: 141. Hadits ini shahih kata Syaikh Al Albani dalam
Shahihul Jaami’ no. 4519)
Lihatlah begitu bahayanya mengonsumsi
makanan haram dan dampak dari pekerjaan yang tidak halal sehingga
mempengaruhi do’a, kesehatan, amalan kebaikan, dan terakhir, mendapatkan
siksaan di akhirat dari daging yang berasal dari yang haram.
اللَّهُمَّ اكْفِنَا بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَأَغْنِنَا بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ
[Allahummak-finaa bi halaalika ‘an haroomika, wa agh-ninaa bi fadh-lika ‘amman siwaak]
"Ya Allah, limpahkanlah kecukupan kepada kami dengan rizqi-Mu yang
halal dari memakan harta yang Engkau haramkan, dan cukupkanlah kami
dengan kemurahan-Mu dari mengharapkan uluran tangan selain-Mu.” (HR.
Tirmidzi no. 3563 dan Ahmad 1: 153. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa
hadits ini hasan)
0 komentar:
Posting Komentar