Tomcat, serangga kecil berwarna mencolok dengan nama latin Paederus riparius ini mulai ramai dibicarakan dan diresahkan terutama oleh warga Surabaya Timur. Serangga ini kurang familiar dimata masyarakat, namun siapa sangka keberadaannya dapat menyebabkan penyakit yang menyerupai herpes biasa disebut dermatitis
paedrus. Serangga ini tidak menyengat maupun menggigit, namun memiliki
Kelenjar Hemolympha yang mengandung Paederine dan akan mengenai kulit
apabila serangga ini remuk. Jadi, jika serangga ini tidak
remuk, maka Paederine yang tersimpan dalam hemolympha tidak akan
mengenai kulit. Umumnya, serangan Tomcat terjadi sepanjang tahun namun mencapai puncak pada Juli-September yang memiliki kelembapan iklim.
Lalu Siapakah yang patut disalahkan ketika serangga kecil ini menyerang sejumlah pemukiman sekitar Pantai Timur Surabaya?. Seperti kata seorang aktifis lingkungan, Bapak Wawan Some, bahwa serangan Tomcat ini disebabkan karena kawasan hutan Mangrove yang menjadi habitat serangga Tomcat sudah gundul serta populasi burung yang menjadi predator Tomcat sudah berkurang sehingga menyebabkan populasi serangga ini menjadi tak terkontrol dan menyerang perumahan manusia. Peristiwa
tersebut mengingatkan Saya akan beberapa kasus serupa ulat bulu yang
menyerang sejumlah kawasan dengan jumlah yang mengerikan, Orang Utan
yang dianggap hama karena menyerang perkebunan kelapa sawit, dan juga
burung-burung yang mengganggu penerbangan pesawat di Bandara
Internasional Juanda Surabaya. Sebelumnya Saya pernah mengunjungi Ketua
tani mangrove Wonorejo, Bapak Sonny dan Beliau mengeluhkan bahwa
burung-burung itu singgah di Juanda karena habitatnya yang seharusnya
di kawasan mangrove Pamurbaya itu sudah semakin rusak dan terganggu
oleh aktifitas manusia.
Jangan sampai Kita dikalahkan
oleh rasa takut sehingga mengambil tindakan yang semestinya tidak
dilakukan. Hanya dengan membunuh atau memusnahkan hewan-hewan tersebut
saja bukanlah menyelesaikan masalah. Hal yang seharusnya sejak dulu
Kita lakukan adalah mengembalikan habitat mereka dengan melakukan
restorasi dan menjaga kelestarian dalam hal ini adalah hutan mangrove
di sepanjang Pamurbaya. Kegiatan eksploitasi seperti reklamasi pantai,
penebangan liar, wisata mangrove secara komersial tanpa pertimbangan
kelestarian alam, dan tindakan-tindakan lain yang mengancam kelestarian
ekosistem di mangrove Pamurbaya sudah saatnya dihentikan.
Bagi warga Surabaya maupun warga
Indonesia dimanapun berada yang dilanda keresahan akan serangan
serangga kecil ini, berikut beberapa tips menghindari serangga Tomcat dari Andry Wibowo yang saat ini menjadi dokter di RS dr Oen Surakarta : Jaga kebersihan kamar, matikan lampu saat malam hari, serta beri kawat kasa pada kamar. Selain itu juga terdapat beberapa tips dari artikel yang Saya baca : Apabila
ada kumbang yang hinggap di kulit jangan mematikannya di tubuh namun
tiup hingga pergi, jika kulit mengalami kontak dengan serangga ini, segera cuci bagian yang terkena dengan air dan sabun, jangan menggaruk luka karena racunnya dapat berpindah ke bagian lain kulit lewat cairan di luka, gunakan
jaring nyamuk atau semprot aerosol atau pestisida organik dari
campuran laos, daun mimba, dan sereh untuk mematikan kumbang yang
masuk. Penyakit dermatitis akibat Paederus ini dapat diobati dengan kortikosteroid topikal. Dengan
pengobatan, umumnya luka akan membaik dalam 10 hari hingga tiga minggu
tanpa menimbulkan bekas. Namun, luka dapat membekas jika melibatkan
dermis. Dokter menyarankan supaya menghindari sinar matahari agar tak terjadi inflamasi luka yang menyebabkan bekas kehitaman.
Semoga Kita lebih bijak dalam membaca dan menyelesaikan suatu permasalahan
Jakarta, Kompas – Serangan serangga
tomcat alias kumbang penjelajah (Paederus littorarius) merupakan
indikator kuat kerusakan lingkungan. Alih fungsi lahan dan perubahan
iklim diduga menjadi penyebab ledakan populasi serangga ini.
Hal itu dikatakan Direktur Pusat
Peneliti Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Siti Nuramaliati
Prijono, Selasa (20/3), di Jakarta. ”Siklus biologi di alam terganggu,
bisa jadi predator tomcat, seperti burung, tidak ada,” katanya.
Ketiadaan burung bisa disebabkan perburuan ataupun perubahan iklim sehingga burung pindah ke dataran lebih tinggi.
Arief Yuwono, Deputi Pengendalian
Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup,
menduga serangan tomcat disebabkan intervensi manusia pada alam. Hal
itu, misalnya, pembukaan lahan dan pemakaian pestisida.
Ahli proteksi tanaman Institut
Pertanian Bogor, Purnama Hidayat, mengatakan, serangga itu tidak
berniat menyerang manusia. ”Manusia yang menarik minat serangga ini
untuk datang ke rumah mereka,” ujarnya.
Tomcat (kumbang rove) sepanjang 1 cm
yang menjadi predator wereng itu tertarik pada cahaya malam hari.
Kumbang ini tak menggigit, tetapi bila tergencet cairan tubuhnya yang
mengandung racun paederin bisa menyebabkan iritasi kulit yang hebat.
Purnama menduga, datangnya tomcat ke
permukiman manusia akibat alih fungsi lahan dari sawah menjadi
pertokoan dan perumahan. Ia menuturkan, rekannya, peneliti di Malang,
Nurindah, pernah bercerita, tahun 2004 terjadi serangan serangga kecil
ke perumahan di Gresik.
Tahun 2007, para pekerja di pengeboran
minyak di lepas pantai utara Pulau Jawa, dekat Karawang dan Indramayu,
dilaporkan kulitnya melepuh setelah kena cairan dari serangga kecil
berwarna merah dan hitam.
Keterangan Direktur Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan
Tjandra Yoga Aditama yang dikirim ke media menyebutkan, racun paederin
ada di seluruh tubuh tomcat, kecuali di sayap. ”Iritasi kulit berupa
dermatitis terjadi bila bersentuhan langsung dengan serangga atau
secara tidak langsung, misalnya melalui handuk, baju, atau barang lain
yang tercemar paederin,” katanya.
Kena racun
Dari Surabaya dilaporkan, jumlah warga
yang terkena racun tomcat sampai Selasa siang 103 orang. Mereka
tersebar di beberapa wilayah di Kota Surabaya, mulai dari kawasan
apartemen elite, perkampungan, hingga asrama mahasiswa Universitas
Airlangga. Hal itu dikemukakan Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya
Esty Martiana Rachmie.
Serangan tomcat dilaporkan muncul sejak
awal minggu lalu. Waktu itu, kawanan serangga yang biasa menghuni hutan
mangrove ini masuk ke apartemen elite di Surabaya timur. Kulit sejumlah
penghuni apartemen memerah dan bengkak yang disertai bintik-bintik
kecil yang sangat gatal.
Menurut Esty, pihaknya telah mengirim
surat edaran ke semua puskesmas di Kota Surabaya untuk mewaspadai
meluasnya dampak serangan tomcat. Pihaknya juga menyebarluaskan
informasi mengenai upaya menghindari racun tomcat.
Warga disarankan menjauhi serangga yang
menyerupai tomcat. Jika serangga itu telanjur menempel di kulit, warga
disarankan mengibaskan sehingga racunnya tidak tertinggal di kulit.
Kulit yang dihinggapi tomcat harus segera dicuci dengan air mengalir
dan sabun.
Warga yang terkena racun tomcat
dianjurkan datang ke puskesmas terdekat. ”Racun tomcat tidak mematikan,
bisa diobati dengan antialergi,” katanya.
Teguh Riyanto, Koordinator Satuan Tugas
Pemberantasan Ulat Bulu dan Tomcat Dinas Pertanian Kota Surabaya,
menuturkan, upaya menanggulangi meluasnya serangan tomcat dilakukan
dengan menyemprotkan pestisida organik ke lokasi-lokasi yang menjadi
sarang tomcat.
Ia menjelaskan, serangan tomcat terjadi karena predator alaminya berupa burung dan pemakan serangga lain berkurang.
Jakarta, Kompas – Serangan serangga
tomcat alias kumbang penjelajah (Paederus littorarius) merupakan
indikator kuat kerusakan lingkungan. Alih fungsi lahan dan perubahan
iklim diduga menjadi penyebab ledakan populasi serangga ini.
Hal itu dikatakan Direktur Pusat
Peneliti Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Siti Nuramaliati
Prijono, Selasa (20/3), di Jakarta. ”Siklus biologi di alam terganggu,
bisa jadi predator tomcat, seperti burung, tidak ada,” katanya.
Ketiadaan burung bisa disebabkan perburuan ataupun perubahan iklim sehingga burung pindah ke dataran lebih tinggi.
Arief Yuwono, Deputi Pengendalian
Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup,
menduga serangan tomcat disebabkan intervensi manusia pada alam. Hal
itu, misalnya, pembukaan lahan dan pemakaian pestisida.
Ahli proteksi tanaman Institut
Pertanian Bogor, Purnama Hidayat, mengatakan, serangga itu tidak
berniat menyerang manusia. ”Manusia yang menarik minat serangga ini
untuk datang ke rumah mereka,” ujarnya.
Tomcat (kumbang rove) sepanjang 1 cm
yang menjadi predator wereng itu tertarik pada cahaya malam hari.
Kumbang ini tak menggigit, tetapi bila tergencet cairan tubuhnya yang
mengandung racun paederin bisa menyebabkan iritasi kulit yang hebat.
Purnama menduga, datangnya tomcat ke
permukiman manusia akibat alih fungsi lahan dari sawah menjadi
pertokoan dan perumahan. Ia menuturkan, rekannya, peneliti di Malang,
Nurindah, pernah bercerita, tahun 2004 terjadi serangan serangga kecil
ke perumahan di Gresik.
Tahun 2007, para pekerja di pengeboran
minyak di lepas pantai utara Pulau Jawa, dekat Karawang dan Indramayu,
dilaporkan kulitnya melepuh setelah kena cairan dari serangga kecil
berwarna merah dan hitam.
Keterangan Direktur Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan
Tjandra Yoga Aditama yang dikirim ke media menyebutkan, racun paederin
ada di seluruh tubuh tomcat, kecuali di sayap. ”Iritasi kulit berupa
dermatitis terjadi bila bersentuhan langsung dengan serangga atau
secara tidak langsung, misalnya melalui handuk, baju, atau barang lain
yang tercemar paederin,” katanya.
Kena racun
Dari Surabaya dilaporkan, jumlah warga
yang terkena racun tomcat sampai Selasa siang 103 orang. Mereka
tersebar di beberapa wilayah di Kota Surabaya, mulai dari kawasan
apartemen elite, perkampungan, hingga asrama mahasiswa Universitas
Airlangga. Hal itu dikemukakan Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya
Esty Martiana Rachmie.
Serangan tomcat dilaporkan muncul sejak
awal minggu lalu. Waktu itu, kawanan serangga yang biasa menghuni hutan
mangrove ini masuk ke apartemen elite di Surabaya timur. Kulit sejumlah
penghuni apartemen memerah dan bengkak yang disertai bintik-bintik
kecil yang sangat gatal.
Menurut Esty, pihaknya telah mengirim
surat edaran ke semua puskesmas di Kota Surabaya untuk mewaspadai
meluasnya dampak serangan tomcat. Pihaknya juga menyebarluaskan
informasi mengenai upaya menghindari racun tomcat.
Warga disarankan menjauhi serangga yang
menyerupai tomcat. Jika serangga itu telanjur menempel di kulit, warga
disarankan mengibaskan sehingga racunnya tidak tertinggal di kulit.
Kulit yang dihinggapi tomcat harus segera dicuci dengan air mengalir
dan sabun.
Warga yang terkena racun tomcat
dianjurkan datang ke puskesmas terdekat. ”Racun tomcat tidak mematikan,
bisa diobati dengan antialergi,” katanya.
Teguh Riyanto, Koordinator Satuan Tugas
Pemberantasan Ulat Bulu dan Tomcat Dinas Pertanian Kota Surabaya,
menuturkan, upaya menanggulangi meluasnya serangan tomcat dilakukan
dengan menyemprotkan pestisida organik ke lokasi-lokasi yang menjadi
sarang tomcat.
Ia menjelaskan, serangan tomcat terjadi karena predator alaminya berupa burung dan pemakan serangga lain berkurang.
Sumber : http://green.kompasiana.com/polusi/2012/03/19/tentang-tomcat-boleh-waspada-tapi-jangan-takut/
0 komentar:
Posting Komentar