Mendengar Adzan
BAGI kita (baca: umat muslim), mendengar adzan berkumandang berarti
menemukan kesempatan (lagi) untuk melakukan sesuatu yang positif atau
amal baik. Kesempatan yang sengaja Allah swt papaskan kepada kita
melalui telinga. Kesempatan yang digunakan untuk meraih pahala agar
timbangan amal baik bertambah berat dibandingkan timbangan amal buruk
kita yang beratnya pasti tak ketulungan, pada neraca amal kita. Dan amal baik untuk menambah pahala yang harus dikerjakan adalah sholat fardhu.
Semestinya, ketika menemukan kesempatan itu, kita menggunakannya secara
benar dan maksimal. Maksudnya, melakukan sholat fardhu dan amalan-amalan
yang mengiringinya sesuai yang disyariatkan oleh Rasul saw, sehingga
pahala yang didapat akan berlipat, untuk mengimbangi amal buruk yang
teramat sering kita perbuat. Datang ke masjid atau mushola lalu berwudhu
dengan sempurna. Ketika maksud masjid melakukan sholat sunah Tahiyyatul
Masjid dilanjutkan dengan sholat sunah rawatib sebelum sholat fardhu.
Setelah iqomah barulah kita melakukan sholat fardhu berjamaah. Seusai
sholat fardhu diteruskan dzikir, dan sebelum meninggalkan masjid atau
mushola mengerjakan sholat sunah rawatib sesudah sholat fardhu.
[Catatan: macam sholat sunah Rawatib disesuaikan dengan sholat
fardhunya.] Kita akan sempat mengerjakan semua amalan itu bila bergegas
menuju masjid atau mushola ketika mendengar adzan berkumandang.
Tapi rasa sombong dan sok tahu, membuat kita kerap menunda memenuhi
panggilan yang amat jelas terdengar itu karena nyaris setiap adzan
dikumandang menggunakan pengeras suara. Kita bahkan tak jarang
menyia-nyiakan kesempatan itu begitu saja. Sombong dan sok tahu? Ya
sombong, kita setiap hari tak luput dari kesalahan, dan dari kesalahan
itu, sedikit-banyak, berakibat dosa, akan tetapi kita sering malas
meraih pahala dengan sholat, yang lima kali dalam sehari-semalam
diingatkan. Dan sok tahu, menunda dan bahkan mengabaikan dengan alasan
kesempatan seperti itu akan datang lagi. Padahal kita tak pernah tahu
apakah umur kita akan sampai pada kesempatan yang serupa.
Apakah yang akan terjadi bila kita menunda memenuhi panggilan adzan.
Kita akan tergesa-gesa karena waktu yang sudah tak longgar lagi.
Tergopoh-gopoh datang ke masjid atau mushola dan akibatnya
ketidaksempurnaan ketika berwudhu. Yang penting anggota tubuh yang mesti
dibasuh basah. Padahal wudhu adalah persiapan yang tak boleh dianggap
remeh sebelum melakukan sholat. Wudhu mesti dilakukan sesuai tuntunan
syariat agar tercapai kesempurnaannya.
Karena tergesa-gesa, saat mengerjakan sholat pun dengan tergesa-gesa.
Bacaan-bacaan dalam sholat yang sejatinya do'a dan dialog kita dengan
Allah swt, pun diucapkan dengan cepat. Begitu pula gerakan-gerakan
sholat, dilakukan tanpa memperhatikan unsur tuma'ninah. Hanya
menggugurkan kewajiban yang belum tentu menggugurkan kewajiban. Sholat
tak diresap jiwa. Bacaan yang dilafadzkan tak ditelaah maknanya. Padahal
bila dilakukan sungguh-sungguh, banyak faedah yang dapat dipetik dari
sholat, selain meraih pahala. Salah satunya jiwa akan senantiasa merasa
tentram meski hidup terasa berat.
Kita hendaknya bersyukur sebagai umat muslim karena ber-Tuhan-kan Allah
swt. Allah Yang Maha Penyayang, salah satu sifat-Nya. Karena itulah
setiap hari kita selalu diingatkan ketika telah tiba saatnya kita
mengerjakan kewajiban yang lebih tepat disebut kebutuhan, melalui
kumandang adzan. Itu salah satu kenikmatan yang Allah swt berikan kepada
kita selaku hamba-Nya. Masih tak terbilang lagi kenikmatan-kenikmatan
yang Ia berikan. Tentunya kita harus mampu mengupayakan agar
kenikmatan-kenikmatan yang tersedia itu dapat dimiliki dan dirasakan,
melalui kiat-kiat yang dibenar oleh syariat Islam. Sebab kiat yang
sesuai syariat Islam dijamin tidak akan merugikan sesama manusia.
Sayangnya, masih banyak manusia yang tak mengindahkan kiat-kiat yang
dibenarkan syariat. Setiap hari kita menyaksikan atau mendengar berita
tentang orang-orang yang memaksa diri secara berlebihan dalam
mengupayakan suatu kenikmatan. Akibatnya ditempuhlah cara yang merugikan
orang lain, bahkan menistakan diri sendiri dan keluarga pelaku. Seperti
mencuri, mencopet, merampok, menipu, korupsi, dan cara-cara tak terpuji
lainnya. Berita-berita seperti itu amat mudah kita temui di berbagai
media, baik cetak, eletronik, maupun digital.
Beruntunglah kita yang telah diwarisi sebuah agama yang teramat sangat
indah. Sebuah agama yang tidak hanya mengatur hal-hal besar tapi juga
mengatur hal-hal kecil. Sebab sesuatu yang kecil tak selalu sepele.
Buang hajat misalnya. Janganlah menganggap buang hajat sebagai hal kecil
yang sepele, sebab adab buang hajat menjadi pembeda antara manusia dan
hewan. Tapi hingga kini banyak manusia yang sekedar buang air kecil
sampai meniru adab hewan. Di sembarang tempat dan sangat mengganggu
manusia lain, baik di mata maupun di hidung.
Teramat sayang, sebuah keindahan yang tiada duanya disia-siakan begitu
saja. Teramat sayang, sebuah kesempatan yang teramat baik dilewatkan
begitu saja. Teramat sayang, sejuknya air wudhu tak sempat dirasakan di
kala pikiran dan tubuh merasa letih.
SUMBER : http://keripikkata.blogspot.com/2012/04/mendengar-adzan.html







0 komentar:
Posting Komentar